Piring berhamburan di lantai. Gelas dan sendok pun tak mau ketinggalan. Sisa-sisa makanan berceceran di lantai.
“Ta.. bantu aku yah ?” Pintaku pada Mita sahabatku.
“Tentu Nisa.” Sahutnya dengan senyum mengembang.
Aku dan Mita gotong royong buat ngebersihin ruangan yang tidak begitu besar itu. Ukuranya hanya 4 m x 4 m saja. Ruangan itu hanya bisa digunakan untuk tidur saja. di ruang itu hanya beberapa perabot ku saja yang bisa masuk. Tidak ada kamar mandi dan dapur secara khusus namun aku harus menggunakannya bersama-sama dengan yang lainnya. Sudah hampir 4 tahun aku tinggal di ruang ini sejak aku pergi dari rumahku. Ibuku lah yang memilihkannya untukku.
“huffh.. Panas banget Nis Kos kamu ?” Kata Mita sambil mengepakkan kedua tangannya kea rah lehernya.
“Maklumlah.. namanya juga kos-kos an Ta. Ga sedingin kamar mu kan.” Celetukku.
“ah.. bisa jah dirimu Nis.” Sahutnya malu-malu.
Kami berdua melanjutkan membersihkan kos-kos an itu. Tiba-tiba Handphone ku berdering. Aku segera meraba saku gamis ku. dan kudapati handphone ku disana.
“Assalammualaikum Umi.” Kataku lembut sambil duduk di tempat aku berdiri tadi.
“Walaikumsalam anakku.” Sahut Umi ku lembut.
“Selamat Ulang Tahun ya sayang, maaf baru sekarang Umi bisa mengucapkannya.”
“Umi.. Trimakasih ya.. , Nisa senang Umi menelpon Nisa. Nisa jadi kangen Umi.. Nisa ingin pulang dan merayakannya bersama Umi.” Kata ku dengan air mata yang tak sengaja jatuh dari pipiku.
“kau menangis sayang ?” tanya Umiku
“Iyah umi.. Ini adalah tangis bahagia dan rindu Nisa pada Umi. Nisa kangen sekali ingin mencium tangan Umi dan melihat senyum Umi yang meneduhkan hati Nisa.” Kataku dengan air mata yang lebih deras.
“sayang.. sayang.. dengarkan Umi.., Umi tahu kau rindu pada Umi, Umi pun rindu padamu.. tapi bersabarlah sayang .., Bukankah sebentar lagi akan wisuda. Umi selalu mendoakan yang terbaik untukmu agar wisuda mu lancar. Amin.” Ucap umiku menyemangatiku.
“oh ya sayang.. nanti Umi telpon lagi yah.. Umi selalu mendoakan Nisa. Assalammualaikum.” Umi ku mengakhiri obrolannya.
“Walaikumsalam.” Jawabku.
Tut..tUt..Tut..
Aku masih duduk termangu. Tanpa sadar Mita sudah duduk didepanku. Aku tersadar dan melihat keadaan sekelilingku sudah bersih. Aku tersentak kaget. Aku merasa bersalah membiarkan Mita membersihkannya sendirian. Seharusnya aku membantunya sambil menelpon tadi.
“Mita.. aku.. aku minta maaf ya. Aku tidak bermaksud meyuruhmu untuk membersihkan semua ini sendirian.” Kataku dengan rasa bersalah.
“Nisa.. sudahlah, aku ikhlas kok.” Katanya dengan senyum keikhlasan.
“Sekali lagi aku terimaksih ya Mita.. kau memang Sahabat yang paling mengerti aku.” Kataku sambil memegang kedua pundaknya.
***
Tepat pukul sepuluh malam aku baringkan tubuhku ku yang terasa pegal ini. Rasa lelah yang menghantuiku sejak siang tadi kini sedikit demi sedikit mulai hilang. Sambil menatap langit-langit kos-kosan ku itu aku teringat akan Umi ku. Dia berjanji akan menelpon ku kembali saat berbicara dengan ku tadi sore. Aku segera meraih handphone yang ada tidak jauh dari tempat ku berbaring. Aku tekan angka 1 agak lama untuk panggilan cepat menghubungi Umi ku. Untuk angka 2 aku gunakan untuk panggilan cepat Abi ku. cukup lama aku menunggu telpon ku dijawab oleh Umi. Aku matikan sambungannya saat sang operator sudah berbicara. Aku kembali mengulangi telpon itu. tidak lama kemudian aku putus telpon itu karena aku berpikir bahwa mungkin Umi ku sudah tidur. Akhirnya aku urungkan niat untuk menelponnya malam ini. Meski lelah aku tak juga dapat segera tidur. Mata ini tak terasa mengantuk. Pikiran pun akhirnya melayang-layang dan akhirnya limbung pada sosok seorang lelaki.
“astagfirullah..” Ucapku cepat
Entah syetan apa yang merasuki diriku hingga aku membayangkan seseorang yang bukan mahramku. Bahkan sampai menghayalkannya sebagai suami ku. Jika berbicara masalah suami aku jadi teringat pada seorang lelaki sholeh di kampung ku yang pernah berkata kepadaku akan melamarku jika aku sudah selesai kuliah. Namanya adalah Fadhil, anak Juragan beras yang soleh dan terpelajar. Usianya berbeda 3 tahun denganku. Tetapi sekarang berdasarkan informasi yang aku terima dari Umi. Fadhil telah menikah dengan seorang wanita yang telah ia hamili sebelum menikah. Saat mendengar kabar itu sontak aku kaget dan bergetar. Bagaimana mungkin seorang lelaki yang sholeh dan terpelajar mampu melakukan perbuatan keji dan berdosa besar itu. Kejadian ini sudah satu setengah tahun yang lalu, tetapi jika aku mengingatnya aku jadi merinding sendiri. aku tidak bisa membayangkan seandainya dia menjadi suami ku. Tentu dia akan jadi suami yang jago selingkuh.
***
Siang ini di kampus ku akan ada acara bakti social bersama anak-anak jalanan. Aku dan Mita menjadi panitia dalam acara ini. Pagi-pagi sekali aku dan Mita serta beberapa panitia yang lainnya sudah ada di gedung serba guna kampus kami untuk mengatur dan gladi bersih acara tersebut. Saat tengah sibuk membantu teman-teman yang lain handphone ku berdering. Aku lihat di layar bahwa umi yang menghubungiku. Aku segera berlari kearah pinggir ruangan dan menjawab telpon umi ku itu.
“assalammualaikum Umi ?” kataku dengan senyum mengembang
“Walaikumsalam Nisa sayang.” Sahut umi ku dengan suara yang membuat ku tenang.
“Ada apa umi ? Tadi malam telpon Nisa tidak dijawab ?” kata ku penuh heran
“Maafkan umi sayang.. Tadi malam umi sudah tidur.. dan sekarang umi ingin berbicara sesuatu padamu. Apakah kamu sibuk sayang ?” jawab umi ku jelas.
“Hemh.. sebenarnya Nisa lagi bantu teman-teman untuk mendekorasi ruangan kampus yang akan digunakan untuk acara bakti social bersama anak jalanan umi.” Jelasku
“ya sudahlah.. nanti saja umi telpon kembali.” Sahutnya sedikit kecewa
“tidak umi.. Sekarang saja.. Nisa jadi penasaran.. Toh banyak teman-teman yang membantu kok.” Kataku cepat
“apa yang umi ingin bicarakan?” sambungku kemudian
“Pernikahan.” Kata umiku singkat
Aku terdiam sejenak. Dalam benakku mencari cari apa maksud perkataan umi itu. siapa yang akan menikah ? Aku tak punya kakak yang akan menikah karena aku anak tunggal. Tiba-tiba terdengar suara umi ku memanggil manggil namaku. Akupun tersadar dari lamunanku.
“iyah.. umi maaf..emmh.. siapa yang akan menikah umi ?” tanya ku kemudian
“kamu itu bagaimana toh, kamu lupa yah kalo yang akan segera menikah itu adalah kamu sayang.” Kata umiku dengan sedikit tertawa nakal
Jedddarrrrr……
Gluduk dihatiku menyambar. Seluruh aliran darahku berhenti karena jantungku tak berdetak. Badanku mulai bergetar. Tak ada kata yang bisa keluar dari mulutku ini. aku berusaha menenangkan kembali diriku. Aku segera duduk ditangga-tangga gedung ruang itu. Pandanganku tiba-tiba menangkap sosok Mita yang bertanya tentang apa yang sedang terjadi padaku dengan isyarat kedua tangannya. Aku hanya menjawab dengan menggelengkan kepalaku. Kemudian Mita membalas dengan mengacungkan jempol kanannya dan tersenyum padaku dan seketika itu larut kembali membantu teman-teman yang lainnya. Aku hampir lupa bahwa umi sedang menunggu responku. Aku masih tidak tahu harus berkata apa.
“u.. mi… ?” kataku sedikit terbata-bata. Hanya itu yang dapat aku ucapkan. Batinku masih shok mendengar kata-kata umi yang barusan saja melintas di benakku.
“kenapa Nisa ? umi hanya mengingatkan sayang.. bukankah Nisa pernah bilang jika sudah lulus nanti akan memperkenalkan calon suami Nisa yang akan menjadi menantu umi. Umi sudah sangat lama menunggunya sayang. Asal Nisa tahu saja.. Di kampung ini banyak sekali lamaran datang untuk Nisa, tetapi umi bilang hanya Nisa yang dapat menentukannya. Sekarang umi ingin tahu, apa Nisa bisa pulang saat liburan semester 4 nanti bersama calon menantu Umi ?” tanya umi ku penuh semangat.
“Insya ALLAH ya Umi..” Jawabku singkat.
“ya sudah.. umi tunggu ya sayang..” sahutnya gembira
Sambungan telpon itu akhirnya terputus saat aku menjawab salam umiku. Aku masih duduk lemas ditangga itu. Diri ini belum bisa menerima permintaan umi itu, karena keadaan sekarang sudah berbalik 360 derajat dibanding saat aku bercerita pada umi tentang sosok dirinya.
***
DUA TAHUN YANG LALU
Saat aku semester dua aku pernah bercerita pada umi ku bahwa aku telah menemukan calon yang tepat untuk menjadi suamiku. Saat itu umi ku girang sekali. Aku pun dapat merasakan kegirangannya yang sangat luar biasa. Umi pun bertanya ini dan itu perihal dirinya. Karena banyak, aku pun berjanji pada umi bahwa akan mengajaknya setelah aku liburan semester 4 nanti. Dia adalah seorang kakak senior ku di kampus ku. Pertama kali aku bertemu dengannya yaitu pada salah satu organisasi di kampus ku. Awalnya aku biasa-biasa saja padanya, seperti seorang junior dan senior yang hanya sebatas teman dalam organisasi. Akupun bisa dibilang orang yang pemalu. Entah karena sebuah fakta yang aku temukan pada suatu hari mampu merubah perasaan ku padanya. Waktu itu aku baru saja selesai rapat dalam organisasiku. Saat itu dia tidak hadir dalam rapat itu. aku dan organisasiku rapat di lantai 4 kampus ku. Saat itu kami menggunakan ruang perpustakaan untuk rapat. Tepat di depan perpustakaan itu ada musholla kampus kami yang mungkin ukurannya hampir sama dengan kos-kosan ku ini. ketika aku keluar dari ruang rapat. Mata ini terharu menangkap sesosok lelaki yang sedang membaca Qalam ALLAH. Seketika itupun hatiku berdesir hebat. Seorang mahasiswa sekaligus manusia yang sholeh. Sudah lama aku mendambakan sosok lelaki seperti itu. Senyum bahagia tersungging di bibirku. Sejak saat itu aku mulai merasakan sesuatu yang aneh tumbuh di hati terhadapnya. Setelah itu aku jadi sering memperhatikannya. Rasa yang bagai petir yang mampu menyambar-nyambar hatiku ini semakin kuat sampai-sampai aku malu pada ALLAH jika aku melampaui batas. Singkat cerita akhirnya kami menjadi lebih akrab tetapi masih menjaga batas-batas antara seorang wanita dengan laki-laki. Saat kedekatan kami itulah aku bercerita pada umiku bahwa aku sudah menemukan calon suami yang sholeh yang akan menjadi menantunya.
Sekarang apa yang harus aku lakukan ???
***
“hey.. ada apa Nisa.” Tanya Mita yang mengagetkanku
“entahlah Ta, aku bingung harus melakukan apa sekarang.” Kataku sambil menghembusakan nafas kelesuan.
“Cerita saja padaku Nisa ?” pinta Mita sambil menepuk pundak kananku.
Aku segera mengangkat kepalaku dan menatapnya dengan tatapan kebingungan.
“aku.. aku bingung Mita, Aku bingung harus memulainya dari mana?” kataku kemudian
“apa karena telpon tadi ?” tebak Mita tepat
Aku hanya mengangguk pelan sebagai tanda bahwa tebakannya benar.
Sesaat kemudian aku mulai menceritakan pada Mita bahwa umi ku yang menelpon dan memintaku untuk membawa calon suami yang telah aku janjikan setelah liburan wisuda nanti. Mita yang mendengar penjelasan ku mengkerutkan dahinya karena tak mengerti apa maksud perkataan ku. aku pun kembali memperjelas maksudku dengan menceritakan padanya bahwa aku telah mencalonkan Reza alias si kakak senior sebagai calon suamiku. Mita masih serius mendengarkan ceritaku tanpa komentar karena Mita memang tahu bahwa aku sangat mengidolakan Reza dan akupun pernah mengungkapkan harapanku yang sangat memimpikan Reza untuk menjadi suami ku kelak.
“Lantas apa yang membuat mu bingung ? Bukankah ini memang impian mu ?” tanya Mita heran
“ada satu hal yang tak kau ketahui Mita tentang aku dan Reza, aku pun baru mengetahuinya sekitar 3 bulan yang lalu dan aku berusaha tak mau mengingat kejadian itu, makanya aku tidak menceritakannya padamu.” Jelasku.
“apa maksudmu Nisa ? ceritalah yang jelas?” tanya Mita penasaran
“sekitar 3 Bulan yang lalu aku mengetahui bahwa Reza itu hanya menganggap ku bak adiknya saja. Dia ternyata sudah ada pilihan lain.” Kataku kemudian
“Sudah ada pilihan lain ? Apa maksudnya Nisa ? aku tak mengerti.” Desaknya padaku
“DIA TAK MENCINTAIKU SEPERTI AKU MENCINTAINYA.” Kataku datar.
“lantas siapa yang dia Cinta ?” lanjut Mita penasaran
“Lia…., Lia Ambarwati.”
Aku kemudian kembali menjelaskan pada Mita tentang bagaimana Reza bisa dekat dengan Lia, dan perihal cara dia mendekati Lia. Hingga akhirnya kami di kejutkan oleh seorang panitia acara dari pihak senior bahwa aku harus naik ke atas mimbar untuk gladi bersih memberikan sambutan. Dengan langkah tak terarah menuju mimbar, dan dari atas mimbar aku melihat sosoknya sedang berdiri lurus di depanku dan memperhatikanku dengan wajah ceria dan senyuman penuh keikhlasan.
***
SAATNYA AKU PULANG KAMPUNG
Seusai sholat magrib aku mengemasi barang-barang yang akan aku bawa ke rumahku. Aku sudah sangat tidak sabar menunggu besok. Aku sangat ingin bertemu dengan umiku, abiku, dan keluarga ku yang lainnya. Kerinduanku ini akan segera terbayarkan. Aku memasukkan perlahan barang-barangku dan memastikan bahwa tak ada satu barang pun yang terlewatkan. Oleh-oleh Khas Semarang pun sudah aku kemas dengan rapi. Saat sibuk mengemasi barang, handphone ku berdering. Sebelum melihat layar handphone ku, aku sudah menebak bahwa umi yang menelponku. Aku bersiap menjawab dengan senang yang meluap. Tetapi seketika itu rasa senang yang meluap itu berubah menjadi rasa tegang. Bukan umi ku yang menelpon ku saat itu. Diam..Diam.. Diam.. aku hanya bisa diam menatap layar telpon ku itu. tak mampu tangan ini bergerak menjawab telpon itu. Hingaa akhirnya telpon itu mati. Aku masih terdiam memegang telpon itu.
“tidak mungkin. Ada apa dia menelpon ku kembali ?” Batinku.
Tak lama kemudian handphone ku kembali berdering. Aku sangat yakin bahwa dia kembali menghubungiku. Aku berusaha berpikir jernih, barangkali ada hal penting yang ingin dia sampaikan. Dengan membaca basmalah terlebih dahulu aku kemudian menjawab telponnya.
“Assalammualaikum.” Sapaku
“Walaikumsalam… De.. maaf ya jika telpon kakak ini mengganggu mu ?” katanya dari kejauhan.
“oh.. tidak kak..” jawabku singkat
“kakak dengar besok kamu mau pulang ke kampung halaman yah ?” tanya kemudian
“iyah kak.. aku sudah sangat rindu pada umi dan yang lainnya. Memangnya ada apa kak ? Kakak mau ikut bareng aku ?” Canda ku kemudian
“Boleh jika di izinkan.” Balasnya bercanda
“Ia sangat boleh kak, ntar disana aku bisa kenalin kakak sama umi ku.” Batinku
“de. Kakak sudah tahu semuanya dari Mita.” Kata reza datar
“maksud kakak apa ?” tanya ku tak mengerti
Sekalipun cinta telah ku uraikan dan ku jelaskan panjang lebar.
Namun jika cinta ku datangi, aku jadi malu pada keterangan ku sendiri.
Meskipun lidahku tlah mampu menguraikan, namun tanpa lidah cinta ternyata lebih terang
Sementara pena begitu tergesa-gesa menuliskannya.
Kata-kata pecah berkeping-keping begitu sampai kepada cinta.
Dalam menguraikan cinta akal terbaring tak berdaya.
Bagaikan keledai terbaring dalam lumpur
Cinta sendirilah yang menguraikan cinta dan percintaan.
“itu kan puisinya Anna di serial KCB ?” Tebakku tepat
“iyah.. ade betul, sesungguhnya puisi inilah yang mendorong kakak untuk menelpon mu.”
Aku terdiam sejenak. Jantungku tiba-tiba berdegup sangat cepat ketika mendengarnya.
“De.. kakak tahu bahwa kau mencintaiku. Sebelum kakak tahu dari Mita, kakak pun sudah merasakannya. Namun kakak malu. Kakak berusaha menyembunyikannya dan menyerahkannya kepada Allah saja. Alhamdulillah kemarin kakak bertemu dengan Mita disebuah Pusat perbelanjaan. Dan disana Allah menjawab doa kakak melalui Mita. Mita menceritakan kepada kakak bahwa kau ingin seorang suami seperti kakak. Dan sejujurnya kakak pun menginginkan istri sholehah seperti mu. Namun kakak tak mampu mengungkapkannya. Selama ini kakak hanya berdoa pada-Nya agar memberikan petunjuk pada kakak. Dan setelah Dia memberi petunjuk barulah kakak akan mengungkapkannya padamu. Meski itu baik atau buruk. Malam inilah kakak akan beri tahu semuanya kepada ade.” Katanya panjang lebar
“de.. apa ade masih mendengarkan kakak ?” tanya kemudian
“iya kak ?”
“Kakak ingin melamar mu besok.” Katanya tegas
Tiba-tiba air mata ku tumpah. Aku tak kuasa mendengar apa yang dia katakan. Aku hanya mampu berucap beribu syukur pada sang Rabbul Izzati.
“de.. bagaimana ? Maukah kau menjadi Istri ku di dunia dan akhirat ?” tannyanya kemudian
“kak.. Bukankah kakak sudah mempunyai seseorang yang kakak suka ?” kataku
“Lia Ambarwati maksud kamu de ?” tanyanya
Aku hanya bergumam menjawab pertanyaannya.
“Sesungguhnya aku hanya mencintai seorang saja dari dulu hingga sekarang yaitu Annisa Bin Hamzah.”
Seketika itu tangisku pun pecah. Aku tak mampu lagi menahan derasnya air mata ini.
“Jika memang kakak mencintaiku, maka datanglah pada umi dan abiku besok.”
“Baiklah de.. besok kakak akan datang dan melamar mu. Malam ini kita serahkan saja semuanya kepada ALLAH.” Katanya kemudian.
Akhirnya kami mengakhiri pembicaraan kami malam itu. Aku masih tak percaya dengan kejadian yang barusan aku alami. Aku kemudian menutup malam penuh tanya ini dengan bertasbih kepadaNYA.
***
Aku sibak korden yang menutupi jendelaku kala itu. aku buka jendela kos-kosan ku lebar-lebar. Aku berdiri dan menghirup udara Semarang untuk yang terakhir kalinya. Aku merasakan betapa nikmat udara itu masuk melewati urat nadi ku bersama aliran darahku. Betapa banyak tanda-tanda kekuasaan Allah bagi mereka yang berpikir. Aku pejamkan mataku agar merasa lebih hikmat lagi. cukup lama aku berdiri di depan jendelaku, sampai-sampai aku tersadar oleh adzan Subuh yang sudah berkumandang dari menara mesjid yang ada di depan kos-kosan ku itu. aku kemudian bersegera untuk mengambil wudhu. Tiba-tiba handphone ku berdering. Aku segera mengambilnya yang sedang ku letakkan diatas tempat tidurku itu. Sebuah SMS yang barusan masuk.
Assalammualaikum, De.. Hari ini berangkat jam berapa ?
Walaikumsalam, Jam 9 kak. Balasku singkat.
Tak lama kemudian SMS darinya masuk kembali.
De.. hari ini.. kakak ga bisa berangkat karena suatu hal.. Jadi kakak mohon maaf tidak dapat bertemu dengan orang tua ade hari ini. kakak usahakan urusan kakak selesai hari ini, dan dapat berangkat besok. Insya Allah.
“iya.. nggak apa-apa kak.. selesaikan saja dulu urusan kakak. Aku tunggu ya.” Jawabku kemudian.
***
“Assalammualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Aku berlari menuju sosok yang sudah sangat aku rindukan selama 4 tahun. Air mataku meluap hebat ketika aku memeluknya sangat erat. Ia pun melakukan hal yang sama. Aku biarkan ia melakukan hal yang ia inginkan saat itu padaku. satu hari penuh aku bersama mereka. Dari mulai bagi-bagi oleh-oleh hingga makan-makan sama keluarga kami lalui saat itu. kini sesudah sholat maghrib aku segera masuk kamar dan ingin beristirahat. Tiba-tiba umi ku muncul dari balik pintu ku. aku tersenyum melihat wajahnya yang berseri dan sangat merindukan.
“mau tidur sayang ?” tanya Umi ku sambil duduk disamping tempat tidurku.
“belum Umi ? jawabku sambil membetulkan dudukku
“Mungkin umi terlalu cepat menanyakan hal ini padamu. Umi sudah sangat tidak sabar ingin bertemu dengan menantu Umi.” Kata umi ku detail.
“maafkan Nisa umi, Hari ini dia tidak bisa berangkat bersama Nisa karena ada hal mendadak yang harus dia selesaikan. Umi sabar yah, dia bilang jika urusannya sudah selesai, dia akan segera menyusul Nisa.” Kataku kemudian.
“Umi lega mendengarnya. Oh.. ya.. dia itu seperti apa sayang ?” tanya umi ku dengan senyum nakal dan menggodaku.
“dia Ituuuuu….., rahasia..” aku balas menggoda sambil nyengir kuda.
Akhirnya kami tutup malam itu dengan tawa penuh tanda tanya.
Apakah dia akan datang besok atau tidak ???
Saat tengah malam selepas sholat Isya aku menerima sebuah SMS :
De…. Besok kakak berangkat bersama orang tua kakak untuk melamarmu ?
Aku hanya bisa menangis saat membaca SMS itu. tanganku tak mampu untuk menjawab “ya” saat itu. aku biarkan SMS itu lama tak terjawab. Hingga akhirnya dia menelponku.
“Assalammualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
“De.. SMS kakak masuk ?”
“Iyah.. masuk kak.”
“Sudah dibaca ? dan bagaimana jawabannya ?”
“saya siap kak.”
“Alhamdulillah. Doakan perjalanan kakak lancar ya de..”
“Aamiin..”
Tanpa basa-basi yang panjang, kami mengakhiri pembicaraan saat itu. aku segera keluar kamar dan mengetuk pintu kamar umi ku. awalnya aku tidak tega membangunkannya tengah malam sperti ini. tapi apa boleh buat, aku tak ingin semuanya serba terburu-buru besok.
Aku berhenti di depan pintu kamar Umi ku. aku mendengar umi sedang mengaji.
“ternyata aku tidak perlu membangunkan Umi.” Batinku.
Aku mengetuk dan segera masuk. Umi ku Nampak heran dengan kehadiranku.
“Nisa ? ada apa sayang ?” tanyanya sambil menutup Al Quran yang ia baca.
“Umi.. Nisa sangat bahagia.” Kataku sambil memeluk Umi ku.
“iyah.. ada apa sayang ?”
“Besok Nisa akan dilamar.” Kataku sambil menatap wajah Umiku. Kami berdua melepaskan rasa bahagia itu dengan bersujud pada- Nya bersama pada malam itu.
Faabi ayyii a’la irobbiquma tukadziban.
KETIKA JEMBATANKU RUNTUH (26 November 2011 )
Matahari sore akan segera hilang keperaduannya. Aku dan keluarga ku sudah siap menunggu kedatangan Reza. Informasi terakhir yang aku terima perihal keberadaannya bahwa ia sudah berada di kota Samarinda. Dan hanya tinggal melewati Jembatan Tenggarong saja, maka perjalanannya akan segera berakhir.
Perasaanku tiba-tiba menjadi tak karuan. Gelisah. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang sangat hebat. Suara itu seperti pesawat yang jatuh di depan rumahku. Aku dan keluarga yang sedang bersiap menanti kedatangan Reza segera berlari keluar. Dan apa yang kami lihat sangat membuat perasaan kami berguncang hebat.
Jembatan kebanggaan warga Tenggarong itu Runtuh. Dalam hitugan detik saja puluhan kendaraan yang melintas di atasnya terjun bebas ke dalam Sungai Mahakam itu. aku juga melihat sebuah Bis masuk ke dalamnya. Tiba-tiba aku teringat pada Reza. Apakah Reza termasuk kedalam korban jembatan itu. aku menangis sejadi-jadinya. Aku menangis dalam pelukan Umi ku sambil menyebut namanya. Umi ku berusaha menenangkanku. Ia berusaha meyakinkanku bahwa Reza masih dalam lindungan Allah. Aku ikut mengamini doa yang Umi ku panjatkan. Setelah satu jam kejadian itu berlalu. Aku sudah bisa tenang. Hanya saja kabar tentang Reza kembali membuat ku gelisah. Ia sama sekali tak bisa dihubungi. Aku hanya bisa pasrah dan terus berdoa.
“Ya Allah.. Izinkanlah aku agar dapat bertemu dengannya.” Pintaku tulus saat itu.
Sesaat setelah sholat magrib, aku mencoba kembali menghubungi Reza. Dan Alhamdulillah telpon ku nyambung. Namun tak ada jawaban. Aku terus mencoba sampai telpon itu dijawab. Bagaimanapun usaha ku sia-sia. Sudah puluhan kali aku mencobanya, tetapi tak satupun telpon ku terjawab. Akhirnya aku kembali pasrah penuh harap dengan linangan air mata. Aku kembali berdoa pada-Nya :
“Ya Allah, jika memang ia jodohku maka mudahkanlah jalan kami untuk bertemu, tetapi jika dia bukan jodohku maka jauhkanlah dia dariku dan gantilah dia dengan yang lebih baik lagi. Sesungguhnya Engkaulah yang maha mengetahuinya.” Doaku dengan penuh harap.
Aku terbangun dari tidurku ketika aku bermimpi tentang jembatan itu. aku lirik jam dinding yang tergantung. Tepat pukul 03 dini hari. Aku mengambil Handphone yang ada disampingku. Aku melihat ada 2 panggilan tak terjawab. Aku bertanya-tanya tentang siapa yang menelpon ku itu. aku kemudian segera menghubungi balik. Besar harapanku yang menelpon itu adalah Reza.
Tak lama kemudian telponku terjawab. Terdengar suara lelaki yang tak asing lagi ketika ia menjawab salamku.
“maaf.. ini kak Reza ?” tanya ku penasaran
“iya.. de.. ini kakak.. maaf tidak sempat menghubungimu, karena handphone kakak hilang saat membantu korban kecelakaan jembatan itu.”
“Alhamdulillah.. berarti kakak dan keluarga selamat.” Tanyaku kemudian
“iya de.. Allah masih melindungi kami. sekarang kakak sedang ada di penginapan dekat jembatan ini. dan Insya Allah besok kakak akan melamar mu.” Katanya kemudian.
Kini tepat 2 minggu setelah kejadian itu, tepatnya tanggal 10 Desember 2011 kami menyatukan hati kami untuk meraih ridhonya. Aku kembali teringat begitu panjangnya perjalanan cinta kami hingga akhirnya kami mampu menjadi sepasang suami istri yang akan meraih ridho Illahi bersama.
***