By :: Astri Taat… ^_^
Saya mengenalnya hanya sebagai teman. Bermula pada perkenalan kami pada sebuah komunitas pecinta alam. Dan kami pun sempat bersama dalam sebuah perjalanan untuk mendaki gunung. Hubungan saya dengannya pun hanya sebtas teman biasa saja, tidak lebih dari itu. Keakraban dan kekeluargaan memang sangat kental di dunia pecinta alam. Pada keseharian, kami pun tidak pernah ada pertemuan. Komunikasi hanya melaui e-mail, itu pun belum tentu seminggu sekali. Ariq, begitu biasa disapa. Saat itu, Ariq dimata saya hanyalah sebagai teman dalam sebuah komunitas.
Pada kesempatan lain ada perlombaan climbing Se-Asia bertempat dihalaman Senayan. Ariq mengirimkan pesan pada sebuah e-mail, berisi tentang pengumuman perlombaan climbing tersebut. Dan saya pun antusias sekali, tidak mau ketinggalan untuk melihat moment itu. Pesan singkat saya kirim melalui SMS :
“Riq, kalo mau nonton lomba climbing bareng ya ?”
Send
Tak lama SMS pun terbalas :
“OK.. nanti ketemu langsung di Senayan aja.”
Akhirnya tiba waktunya perlombaan itu dilaksanakan. Saya pun langsung menuju ke halaman Senayan dan saya sudah mendapati Ariq sedang asyik nonton para pemanjat yang sudah siap-siap untuk memulai acara.
Disela-sela kerumunan para penonton saya dan Ariq terlihat serius memperhatikan teknik-teknik yang digunakan para pemanjat tersebut. Tiba-tiba Ariq, mengajak saya untuk mencari tempat yang agak longgar, sedikit dibelakang tapi masih dapat melihat perlombaan itu dari kejauhan. Setelah beberapa saat, saya dikejutkan oleh pertanyaan Ariq.
“Eh.. aku mau tanya ni..?”
“mau tanya aja kok minta izin.” Jawab saya bercanda
“Hmmm.. aku serius.” Ariq mulai menampakkan wajah serius.
“Lha nanya aja. Emang kenapa sih ?”
“Kamu mau ga menikah sama aku ?”
“Haa.. ntar dulu… ntar dulu, kamu ini sadar apa lagi mimpi sih ?” saya masih bercanda, karena tidak percaya dengan apa yang barusan dikatakannya.
“Aku serius nih!”
“kamu ini ada-ada aja deh. Aneh.” Kataku menutupi rasa bingungku.
“ya sudah, aku kasih kamu waktu untuk menjawab, tapi jangan terlalu lama ya ?”
“iihhh.. kamu ini kenapa sih ?” saya masih bingung karena selama ini saya hanya menganggapnya sebagai teman, tetapi kenapa dia melontarkan pertanyaan yang menurut saya sulit untuk dijawab ?
Sepulang dari acara perlombaan itu,pergumulan di hati saya terlalu penuh hingga sesak dada ini. saya sama sekali tidak menduga, jika Ariq berani menanyakan hal itu.
Pada kesempatan lain Ariq mengirimkan e-mail berupa artikel tentang kisah-kisah mualaf. Terkadang dia juga mengirimkan hal-hal yang berbau islami. Saya mulai tertarik dengan beberapa artikel yang dikirimkannya. Dan singkat cerita saya mulai tertarik dengan agama Islam.
Pertanyaannya untuk menikahi saya pun mulai surut bahkan hampir terlupakan karena saya konsentrasi pada ilmu-ilmu islam.
“Riq, bantu aku dong. Aku mau masuk Islam. Bagaimana caranya ?” saya minta bantuannya karena saya menganggap dialah yang membawa saya tertarik dengan dunia islam.
“jangan dulu deh, kamu pikir-pikir lagi. kamu mau masuk islam karena aku ? Bagaimana nanti jika kamu masuk Islam, tetapi ternyata aku dan kamu tidak jadi menikah?” jawab Ariq dengan mimic muka yang terlihat saat mendengar permintaan saya.
“saya pun langsung meyakinkannya, “ aku sudah memikirkannya.aku mau masuk Islam bukan karena dirimu. Dam aku sudah siap dengan resiko apapun. Jika aku dan kamu memang tidak jadi menikah, ya aku menganggap itu semua karena-Nya. Jodoh ada ditangan Tuhan, dan aku ikhlas menerima itu. dan sampai saat ini sebenarnya juga aku belum yakin apa dirimu itu jodohku atau bukan ?”
Ariq terdiam dengan kata-kata saya.
Alhamdulillah akhirnya saya masuk Islam. Persoalan selanjutnya adalah mengenai hubungan saya dengan Ariq. Masih bingung. Tentu karena keluarga Ariq belum menerima saya. Meskipun saya belum pernah berjumpa dengan mereka, mungkin semua latar belakang saya, orang tua yang menganut non muslim menjadi penyebabnya. Banyak pertanyaan di benak saya.
Mungkinkah keluarganya bisa menerima saya apa adanya ?
Mungkinkah nanti jika menikah saya akan bahagia ?
Mungkinkah saya menikah dengannya, sedangkan saya tidak banyak mengenal pribadinya, keluarganya, dan sebagainya?
Saya pun mulai menyempatkan waktu disepertiga malam saya untuk curhat pada Allah swt.
“Ya Allah, jika memang dia kau pilih untukku tolong beri kemudahan pada kami. tetapi jika dia bukan jodohku, jauhkanlah dia dariku Ya Allah. Berilah petunjukMu Ya Allah. Hamba mohon dengan sangat, berilah petunjuk-Mu Ya Allah.”
Saya sungguh bingung. Tidak tahu harus berbagi dengan siapa.
Dengan orang tua ? sungguh tak mungkin, karena orang tua saya sudah terluka dengan berpindahnya saya menjadi pemeluk agama Islam.
Bagaimana mungkin saya share mengenai persoalan saya, karena Ariq adalah pemeluk Islam. Satu lagi, keluarga saya tidak setuju jika saya menikah dengan orang diluar pulau Jawa. Duh.. saya tidak tahu harus bagaimana ? akhirnya saya hanya bisa pasrah dalam doa. Karena saya yakin hanya Allah yang tahu isi hati saya, dan hanya Allah yang dapat menyelesaikan persoalan saya.
Hari pun terus berjalan, bahkan bulan pun berganti. Saya dan Ariq masih berkomunikasi meskipun sudah jarang. Bahkan saya berpikir apakah Ariq sudah lupa dengan apa yang pernah ia tanyakan. Waktu itu saya hanya menjawab tidak tahu,saya meminta hubungan pertemanan berjalan seperti biasanya saja, karena saya belum siap menikah. Setelah itu tidak ada lagi respon dari Ariq.tapi saya merasa Ariq masih menggantungkan jawaban pasti dari saya.
Aktivitas saya berjalan seperti biasa. Tetapi, pikiran saya terus bercabang. Dan saya tetap melanjutkan doa-doa malam. Karena saya merasa Allah “belum” memberikan petunjuk, apakah Ariq itu jodoh saya atau bukan ? saya masih merasa ada keraguan dengan keluarganya.
“Ya Allah, berilah petunjuk-Mu Ya Allah.” Kata-kata ini selalu saya ucapkan disela-sela doa. Saya tidak putus asa, karena keyakinan yang kuat bahwa suatu saat Allah akan memberiku jawaban.
Sempat juga terlintas dibenak, seperti apa petunjuk yang Allah beri pada saya ?
Apakah saya harus menanyakan pada Ariq perihal hubungan ini ?
Ah.. aku malu dan juga ada rasa segan untuk menanyakan ini. karena aku tahu, posisiku adalah sebagai wanita. Aku mengurungkan niatku untuk bertanya pada Ariq perihal keseriussannya menikahiku.
Hubungan kami masih sperti semula. Hanya sebatas teman. Tidak ada yang istimewa, karena kami tahu bahwa kami tidak terikat sebagai muhrim. Jika ada perbincangan, tidak ada kata-kata yang menyinggung mengenai hubungan kami, apalagi membicarakan perihal pernikahan. Selalu obrolan kami tidak jauh dari soal pekerjaan, atau aktivitas komunitas pecinta alam.
Saya merasa sudah lewat 4 bulan, sepertinya tidak ada tanda-tanda kemana hubungan ini akan berakhir. Saya hanya pasrah dan terus berdoa. Ketika menjelang tengah malam usia sholay isya, saya mendapatkan SMS dari Ariq.
“kamu sudah siap menikah belum ? tolong dijawab segera. Aku tunggu.”
Saya kaget , karena dengan tiba-tiba tanpa ada basa-basi, Ariq menanyakan hal itu setelah sekian lama. Saya membisu. Tidak tahu harus menjawab apa. Saya langsung ingat pada Allah, “ apakah ini petunjuk dari Mu Ya Allah ?”
Lama sekali saya tidak menjawab SMS itu. dan akhirnya Ariq menelpon.
“Assalammualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
“SMS ku masuk nggak ?”
“Iya masuk.”
“trus kamu dah baca ? jawabannya gimana ?
“aku jawab besok ya ? aku pikir dulu.”
“aku kan sudah kasih kamu waktu berbulan-bulan ? tolong jawab sekarang ya ? saya tunggu jawabannya malam ini.”
Jantung saya makin berdetak kencang. Saya tidak bisa menjawab siap atau tidak.
Beberapa menit kemudian, ada SMS masuk dari Ariq :
“ada kabar baik, aku sudah bicara dengan orang tua ku dan keluargaku. Semua aku sudah ceritakan niat baikku untuk menikahimu, dan juga latar belakang keluargamu. Intinya mereka setuju. Bagaimana ?”
Saya menangis, saya baru yakin, inilah petunjuk yang Allah berikan. Allah menjawab semua doa-doa saya. Allah memberikan kemudahan pada saya. Insya Allah, Ariq adalah jodoh saya. Dan dengan tangan bergetar saya menjawab SMS itu :
“Insya Allah saya ridho dengan keputusan Allah swt.”
Beberapa menit setelah SMS terkirim, Ariq kembali menelpon.
“Alhamdulillah, besok aku kerumahmu untuk melamarmu. Aku akan bertemu dengan kedua orangtua mu untuk membicarakan pernikahan kita.”
“iya, nanti aku juga bicara dengan orangtua ku.”
Esok pagi saya langsung bicara dengan kedua orangtua mengenai niatku dengan Ariq. Dan kembali saya diberi kemudahan, karena akhirnya orang tua saya menyetujui hubungan saya dengan Ariq.
Ketika lamaran sudah dilaksanakan, tanpa saya duga ternyata acara pernikahan dilangsungkan dua minggu lagi. waktu yang menurut saya sangat cepat. Orangtua saya pun sempat tidak setuju dengan waktu yang ditentukan tersebut, namun dengan berbagai pertimbangan, akhirnya kami mengurus segala keperluan surat-surat juga persiapan yang lainnya. Alhamdulillah semua berjalan lancar.
Saya yakin bahwa Allah benar-benar menjawab doa-doa saya.
Alhamdulillah … Terima kasih ya Allah.. ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar