By : Astriana
Aku
berjalan setengah berlari setelah pamit dengan orang tuaku untuk berangkat
kuliah. Aku semakin mempercepat laju lariku saat kulihat bis yang biasa aku
tumpangi sudah berhenti di halte yang jaraknya sekitar setengah kilometer lagi
dari tempat aku berdiri. Aku masih berusaha berlari agar tak ketinggalan bis
itu.
“Paman.”
Teriakku sambil melambaikan tangan pada kernet yang siap menghantarkan bis itu
ke jalan raya. Paman itu menoleh kearahku dan memberikan aba-aba pada supir bis
untuk menungguku. Dengan nafas terengah-engah aku mengucapkan terimakasih pada
Paman Gerry dan menaiki bis itu dengan segera. Untungnya masih ada satu tempat
duduk yang tersisa yang letaknya agak di depan. Aku segera mengeksekusi tempat
itu sebelum tubuhku rebah karena lelah.
“Ingin
minum Safa ?” tanya paman Gerry.
“Tidak
paman, Terimakasih.” Sahutku dibarengi senyum dikulum kepadanya
“Kenapa
tidak minum ? kau terlihat sangat lelah setelah berlari tadi ?” tanyanya
kemudian
“Maaf
paman, Safa sedang puasa.” Jawabku pelan
“Puasa
? apa itu puasa ? tanya paman Gerry. Aku menatap beliau sejenak dan
memperhatikan beliau yang sedang merubah posisinya dari berdiri dari depan pintu
bis ke arah lebih dekat denganku. nampaknya ia ingin bicara serius denganku.
Aku reflex menunjukkan sikap agak menjauh darinya dan dia menyadari itu. Dia
segera mengatur jaraknya berdirinya sehingga aku merasa cukup nyaman.
“Apa
itu puasa Safa ? Apakah puasa itu tidak minum air putih ?” tanyanya lagi
Aku
sedikit tersenyum mendengar pernyataan paman Gerry.
“Tidak
paman, puasa itu ajaran agama kami dimana kita tidak boleh makan dan minum
apapun serta menahan hawa nafsu dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
Puasa sendiri terbagi dua hukum, ada yang wajib dan ada yang Sunnah. Kalo
hukumnya wajib artinya kita tidak boleh meninggalkannya, jika meninggalkannya
akan berdosa, contohnya seperti puasa selama 30 hari sebelum merayakan hari
raya (lebaran) sedangkan yang hukumnya sunnah tidak dipaksakan dan tidak
mendapat dosa jika tidak dikerjakan tapi akan mendapat pahala jika dikerjakan.”
Jelasku kemudian.
Ku
perhatikan wajah paman dengan guratan bergelombang didahinya. Mungkin ia
bingung dengan penjelasanku karena yang aku tahu paman Gerry orang yang tidak
yakin dengan agama apapun. Dia seorang penganut atheisme. Tiba-tiba guratan
bergelombang itu hilang saat suara supir bus mendarat ditelinganya. Paman diperintahkan
untuk menagih uang dari penumpang. Ia segera berdiri dan bersiap mengeluarkan
kantong uangnya. Ia berlalu menuju penumpang lain seiring dengan berlalunya
percakapan kami.
Angin
berhembus dari luar jendela. Menyapu wajah ku sehingga terasa sejuk. Ku
perhatikan pemandangan diluar beserta orang yang sibuk beraktivitas. Tiba-tiba
aku mengalihkan perhatianku pada suara seorang laki-laki yang terdengar sedang
melantunkan ayat al-quran. Hatiku bertambah sejuk mendengarnya. Aku sangat
mengenali apa yang ia baca. Itu adalah surah Ar-Rahman, surah favoritku. Aku
sangat takjub mendengarkannya. Tanpa terasa buliran itu kembali turun dari
tempat persembunyiannya. Aku terasa bergetar dibuatnya. Ingin sekali aku
menoleh kearah suara itu. aku ingin mengetahui siapa laki-laki itu. Tapi aku
urungkan niatku. Aku takut tidak bisa menjaga pandanganku. Aku juga takut akan
merusak pahala puasaku. Ku alihkan kembali pandanganku ke luar jendela sambil
menikmati lantunan ayat yang dibacanya. Semilir angin membawa lantunan ayat itu
masuk lewat kaca jendelaku dan menyapunya pada pori-pori kecil yang ada
dikulitku. Masuk ke dalam nadiku dan mengalir bersama darah menuju jantungku.
Tak tertahankan tubuhku bergetar dibuatnya. Hingga akhirnya paman Gerry
memberitahuku bahwa bis akan segera berhenti di halte dekat kampusku. Aku berterimakasih
pada paman Gerry sambil melemparkan senyum padanya. Sebelum aku turun paman Gerry menegurku. Aku
menoleh ke arahnya.
“lain kali aku
akan tanya lagi kepadamu tentang buku yang dibaca pemuda dibelakang sana itu.
tulisannya tak aku mengerti.” Kata paman Gerry sambil menunjuk ke arah pemuda
itu.
Tanpa
mengikuti jari telunjuk paman aku tau pemuda yang dimaksud itu adalah yang
membaca surah Ar-Rahman tadi.
“Baik Paman,
Insya Allah saya akan menjelaskannya untuk paman besok.” Ucapku menyanggupinya.
Aku turun dari
bis itu dan melihatnya berlalu membawa rasa penasaranku yang masih tertinggal
di dalamnya hingga bis itu hilang di balik tikungan.
Bersambung…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar