Rabu, 02 Januari 2013

Mahar Terindah Part 2 : Pemuda Dalam Bis


By : Astriana

Aku berjalan setengah berlari setelah pamit dengan orang tuaku untuk berangkat kuliah. Aku semakin mempercepat laju lariku saat kulihat bis yang biasa aku tumpangi sudah berhenti di halte yang jaraknya sekitar setengah kilometer lagi dari tempat aku berdiri. Aku masih berusaha berlari agar tak ketinggalan bis itu.
“Paman.” Teriakku sambil melambaikan tangan pada kernet yang siap menghantarkan bis itu ke jalan raya. Paman itu menoleh kearahku dan memberikan aba-aba pada supir bis untuk menungguku. Dengan nafas terengah-engah aku mengucapkan terimakasih pada Paman Gerry dan menaiki bis itu dengan segera. Untungnya masih ada satu tempat duduk yang tersisa yang letaknya agak di depan. Aku segera mengeksekusi tempat itu sebelum tubuhku rebah karena lelah.
“Ingin minum Safa ?” tanya paman Gerry.
“Tidak paman, Terimakasih.” Sahutku dibarengi senyum dikulum kepadanya
“Kenapa tidak minum ? kau terlihat sangat lelah setelah berlari tadi ?” tanyanya kemudian
“Maaf paman, Safa sedang puasa.” Jawabku pelan
“Puasa ? apa itu puasa ? tanya paman Gerry. Aku menatap beliau sejenak dan memperhatikan beliau yang sedang merubah posisinya dari berdiri dari depan pintu bis ke arah lebih dekat denganku. nampaknya ia ingin bicara serius denganku. Aku reflex menunjukkan sikap agak menjauh darinya dan dia menyadari itu. Dia segera mengatur jaraknya berdirinya sehingga aku merasa cukup nyaman.
“Apa itu puasa Safa ? Apakah puasa itu tidak minum air putih ?” tanyanya lagi
Aku sedikit tersenyum mendengar pernyataan paman Gerry.
“Tidak paman, puasa itu ajaran agama kami dimana kita tidak boleh makan dan minum apapun serta menahan hawa nafsu dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Puasa sendiri terbagi dua hukum, ada yang wajib dan ada yang Sunnah. Kalo hukumnya wajib artinya kita tidak boleh meninggalkannya, jika meninggalkannya akan berdosa, contohnya seperti puasa selama 30 hari sebelum merayakan hari raya (lebaran) sedangkan yang hukumnya sunnah tidak dipaksakan dan tidak mendapat dosa jika tidak dikerjakan tapi akan mendapat pahala jika dikerjakan.” Jelasku kemudian.
Ku perhatikan wajah paman dengan guratan bergelombang didahinya. Mungkin ia bingung dengan penjelasanku karena yang aku tahu paman Gerry orang yang tidak yakin dengan agama apapun. Dia seorang penganut atheisme. Tiba-tiba guratan bergelombang itu hilang saat suara supir bus mendarat ditelinganya. Paman diperintahkan untuk menagih uang dari penumpang. Ia segera berdiri dan bersiap mengeluarkan kantong uangnya. Ia berlalu menuju penumpang lain seiring dengan berlalunya percakapan kami.
Angin berhembus dari luar jendela. Menyapu wajah ku sehingga terasa sejuk. Ku perhatikan pemandangan diluar beserta orang yang sibuk beraktivitas. Tiba-tiba aku mengalihkan perhatianku pada suara seorang laki-laki yang terdengar sedang melantunkan ayat al-quran. Hatiku bertambah sejuk mendengarnya. Aku sangat mengenali apa yang ia baca. Itu adalah surah Ar-Rahman, surah favoritku. Aku sangat takjub mendengarkannya. Tanpa terasa buliran itu kembali turun dari tempat persembunyiannya. Aku terasa bergetar dibuatnya. Ingin sekali aku menoleh kearah suara itu. aku ingin mengetahui siapa laki-laki itu. Tapi aku urungkan niatku. Aku takut tidak bisa menjaga pandanganku. Aku juga takut akan merusak pahala puasaku. Ku alihkan kembali pandanganku ke luar jendela sambil menikmati lantunan ayat yang dibacanya. Semilir angin membawa lantunan ayat itu masuk lewat kaca jendelaku dan menyapunya pada pori-pori kecil yang ada dikulitku. Masuk ke dalam nadiku dan mengalir bersama darah menuju jantungku. Tak tertahankan tubuhku bergetar dibuatnya. Hingga akhirnya paman Gerry memberitahuku bahwa bis akan segera berhenti di halte dekat kampusku. Aku berterimakasih pada paman Gerry sambil melemparkan senyum padanya.  Sebelum aku turun paman Gerry menegurku. Aku menoleh ke arahnya.
“lain kali aku akan tanya lagi kepadamu tentang buku yang dibaca pemuda dibelakang sana itu. tulisannya tak aku mengerti.” Kata paman Gerry sambil menunjuk ke arah pemuda itu.
Tanpa mengikuti jari telunjuk paman aku tau pemuda yang dimaksud itu adalah yang membaca surah Ar-Rahman tadi.
“Baik Paman, Insya Allah saya akan menjelaskannya untuk paman besok.” Ucapku menyanggupinya.
Aku turun dari bis itu dan melihatnya berlalu membawa rasa penasaranku yang masih tertinggal di dalamnya hingga bis itu hilang di balik tikungan.
Bersambung…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar