Rabu, 02 Januari 2013

Mahar Terindah Part 3 : Dosen Baru

“Safa.” Tegur paman Gerry yang baru datang dari arah belakang.
“Selamat pagi paman.” Sapaku sambil tersenyum kecil padanya.
“Safa, Paman ingin tahu jawaban dari apa yang paman tanyakan kemarin.” Pinta paman Gerry sambil duduk di kursi kosong yang tak jauh dari tempatku duduk namun masih terpisah dengan sela kecil yang membagi sisi sebelah kiri dan sisi sebelah kanan dalam bis.
Aku memperhatikan paman Gerry dengan seksama. Nampaknya dia sangat ingin tahu tentang islam. Aku tak menyianyiakan kesempatan ini. Siapa tahu hidayah Allah akan turun pada paman Gerry.
“tentang buku yang dibaca pemuda kemarin, paman ?” tanyaku retoris
“iya.. tentang buku itu.” paman Gerry menegaskan
Aku memcoba menjelaskannya dengan kalimat yang sederhana agar ia mampu menangkap makna yang tersirat dari penjelasanku. Paman Gerry tak memberikanku kesempatan untuk menyelesaikan setiap penjelasanku, ketika ia menemukan kata-kata asing yang keluar dari mulutku ia langsung segera menanyakannya. Aku mengakhiri penjelasanku dengan tersenyum puas kepadanya. Nampaknya ia mulai mencerna semua penjelasanku. Sebenarnya aku ingin menanyakan pendapatnya tentang islam setelah mendengar penjelasanku tadi. Tapi aku urungkan niatku karena tiba-tiba bis yang sedang melaju dengan kecepatan rata-rata itu direm mendadak oleh supirnya sehingga kalimat yang akan aku keluarkan terganti dengan kata “Masya Allah”. Seisi bis mulai berbisik satu dengan yang lainnya. Kualihkan padanganku pada pak supir yang turun dari kemudinya dengan wajah geram untuk menyusul paman Gerry yang sudah turun terlebih dahulu. Beberapa penumpang bus celingukan ingin mengetahui apa yang terjadi, bahkan sebagian ada yang turun untuk melihat keadaan di luar. Kulihat pak supir sedang marah-marah dengan pengemudi mobil Xenia hitam bernomor plat KT 123 K. Nampaknya pengemudi itu juga tidak mau kalah. Paman Gerry berusaha menengahi kejadian pagi itu.
Kulirik jam yang melengkung di pergelangan tangan kananku. Jam menunjukkan pukul 07.45 WITA. Aku tersentak kaget karena kuliah ku akan dimulai 15 menit lagi. Aku memandang lagi keluar. Nampaknya permasalahan tidak akan selesai dalam waktu 15 menit lagi karena kudapati sudah ada beberapa polisi disana tanpa kutahu kapan tibanya. Akhirnya aku putuskan untuk menemui paman Gerry untuk mencari tahu bagaimana nasib ku dan penumpang lainnya.
“Maaf paman, bagaimana dengan bis ini ? kami semua bisa terlambat jika harus menunggu masalah ini diselesaikan ?” tanya ku penasaran
“Maaf Safa, Paman kurang tahu, sepertinya ini akan lama.”
Aku melihat beberapa penumpang mulai turun dan berganti alat transportasi lain. Aku kembali naik ke dalam bis untuk mencari tahu apakah masih ada penumpang yang bertahan didalamnya. Kudapati hanya ada seorang laki-laki berbaju biru dengan garis-garis vertical berwarna putih yang tengah asyik dengan IPOD nya. Aku mencoba menghampirinya untuk memberitahukan bahwa bis ini tidak akan melanjutkan perjalanannya dalam waktu singkat.
“Maaf.. nampaknya bis ini tidak akan melanjutkan perjalannya .” kata ku sedikit membuyarkan perhatiannya pada IPOD yang sedang di otak-atiknya.
Ia menatap ramah kearahku. Aku tersenyum dan sesegera mungkin mengalihkan pandanganku.
“terimakasih anda mengingatkan saya. Jujur saya tidak tahu jika bis ini berhenti. Saya pamit. Assalammualaikum.” Katanya sambil beranjak dari tempat duduknya.
“Tidak tahu kalau bis ini berhenti ?” kataku pada diri sendiri. Aku cukup bingung dengan jawaban yang ia beri. Bagaimana mungkin ia tidak tahu bis ini berhenti ? apakah dia tertidur tadi? Aku rasa tidak ? Aku hampir lupa menjawab salamnya karena asyik dengan pertanyaanku sendiri. Sesegera mungkin ku jawab meski ia sudah hilang dari pandanganku.
Aku juga segera menyusulnya meninggalkan bis ini dan  memilih untuk berjalan kaki sekitar setengah kilometer lagi untuk bisa sampai di kampus. Ini adalah alternative terbaik dibandingkan harus ganti angkutan karena akan memakan waktu lebih lama karena kondisi jalan yang ramai lancar saat itu.
Tepat pukul 08.30 WITA aku sudah sampai di Universitas Mulawarman. Aku berjalan setengah berlari menuju fakultas bahasa yang letaknya tak terlalu jauh dari gerbang utama. dari balik jendela yang tidak terlalu besar kuperhatikan keadaan ruang kelasku. Mataku mencari-cari dimana dosen yang sedang mengajar mata kuliah bahasa Jepang itu. aku tak menemukannya ada di ruang itu. aku segera masuk dan menyalami teman-temanku yang asyik bercerita . mereka serentak menjawab salamku dan menoleh kearahku hampir bersamaan.
“Tumben telat Fa ?” Dewi menyelidik
“Tadi ada masalah dengan bis yang aku tumpangi. Ngomong-Ngomong mana Mr. Salim ?” tanyaku setelah meneguk beberapa milliliter air mineral.
“Denger-denger si beliau keluar Fa, dan digantikan sama dosen baru.” Sahut Dhea
“ Iya Fa, denger-denger juga dosen barunya ganteng.” Zee menimpali
“Hussh.. jaga pandangan.” Kataku mengingatkan
Tak lama kemudian seorang laki-laki berbaju biru dengan garis-garis vertical berwarna putih masuk kedalam ruang kelas kami. Ia mengucapkan salam dan melempar senyum yang menampakkan susunan giginya yang rapi pada kami. Sambil mengeryitkan dahi, mataku terus mengikutinya berjalan menuju tempat duduknya. Aku sangat mengenal sosok yang sedang ada dihadapanku itu. Dia adalah pemuda yang ada di bis tadi. Pemuda yang sempat membuatku bingung dengan jawaban “aku tidak tahu jika bis ini berhenti”.
Ia kemudian memperkenalkan dirinya kepada kami.
“Ohayou gozaimashita”(1) sapanya pada kami semua
“hajime Mashite”(2)
“watashiwa Firman Sabda desu”(3)
“Jusowa Mulawarman satu desu”(4)
“Semarang karakimashita”(5)
“douzo yoroshiku”(6)
Bersambung…


Tidak ada komentar:

Posting Komentar