“Safa.” Tegur paman Gerry yang baru
datang dari arah belakang.
“Selamat pagi paman.” Sapaku sambil
tersenyum kecil padanya.
“Safa, Paman ingin tahu jawaban dari apa
yang paman tanyakan kemarin.” Pinta paman Gerry sambil duduk di kursi kosong
yang tak jauh dari tempatku duduk namun masih terpisah dengan sela kecil yang
membagi sisi sebelah kiri dan sisi sebelah kanan dalam bis.
Aku memperhatikan paman Gerry dengan
seksama. Nampaknya dia sangat ingin tahu tentang islam. Aku tak menyianyiakan
kesempatan ini. Siapa tahu hidayah Allah akan turun pada paman Gerry.
“tentang buku yang dibaca pemuda
kemarin, paman ?” tanyaku retoris
“iya.. tentang buku itu.” paman Gerry
menegaskan
Aku memcoba menjelaskannya dengan
kalimat yang sederhana agar ia mampu menangkap makna yang tersirat dari
penjelasanku. Paman Gerry tak memberikanku kesempatan untuk menyelesaikan
setiap penjelasanku, ketika ia menemukan kata-kata asing yang keluar dari
mulutku ia langsung segera menanyakannya. Aku mengakhiri penjelasanku dengan tersenyum
puas kepadanya. Nampaknya ia mulai mencerna semua penjelasanku. Sebenarnya aku
ingin menanyakan pendapatnya tentang islam setelah mendengar penjelasanku tadi.
Tapi aku urungkan niatku karena tiba-tiba bis yang sedang melaju dengan
kecepatan rata-rata itu direm mendadak oleh supirnya sehingga kalimat yang akan
aku keluarkan terganti dengan kata “Masya Allah”. Seisi bis mulai berbisik satu
dengan yang lainnya. Kualihkan padanganku pada pak supir yang turun dari
kemudinya dengan wajah geram untuk menyusul paman Gerry yang sudah turun terlebih
dahulu. Beberapa penumpang bus celingukan ingin mengetahui apa yang terjadi,
bahkan sebagian ada yang turun untuk melihat keadaan di luar. Kulihat pak supir
sedang marah-marah dengan pengemudi mobil Xenia hitam bernomor plat KT 123 K.
Nampaknya pengemudi itu juga tidak mau kalah. Paman Gerry berusaha menengahi
kejadian pagi itu.
Kulirik jam yang melengkung di
pergelangan tangan kananku. Jam menunjukkan pukul 07.45 WITA. Aku tersentak
kaget karena kuliah ku akan dimulai 15 menit lagi. Aku memandang lagi keluar.
Nampaknya permasalahan tidak akan selesai dalam waktu 15 menit lagi karena
kudapati sudah ada beberapa polisi disana tanpa kutahu kapan tibanya. Akhirnya
aku putuskan untuk menemui paman Gerry untuk mencari tahu bagaimana nasib ku
dan penumpang lainnya.
“Maaf paman, bagaimana dengan bis ini ?
kami semua bisa terlambat jika harus menunggu masalah ini diselesaikan ?” tanya
ku penasaran
“Maaf Safa, Paman kurang tahu,
sepertinya ini akan lama.”
Aku melihat beberapa penumpang mulai
turun dan berganti alat transportasi lain. Aku kembali naik ke dalam bis untuk
mencari tahu apakah masih ada penumpang yang bertahan didalamnya. Kudapati
hanya ada seorang laki-laki berbaju biru dengan garis-garis vertical berwarna
putih yang tengah asyik dengan IPOD nya. Aku mencoba menghampirinya untuk
memberitahukan bahwa bis ini tidak akan melanjutkan perjalanannya dalam waktu
singkat.
“Maaf.. nampaknya bis ini tidak akan
melanjutkan perjalannya .” kata ku sedikit membuyarkan perhatiannya pada IPOD
yang sedang di otak-atiknya.
Ia menatap ramah kearahku. Aku tersenyum
dan sesegera mungkin mengalihkan pandanganku.
“terimakasih anda mengingatkan saya.
Jujur saya tidak tahu jika bis ini berhenti. Saya pamit. Assalammualaikum.”
Katanya sambil beranjak dari tempat duduknya.
“Tidak tahu kalau bis ini berhenti ?”
kataku pada diri sendiri. Aku cukup bingung dengan jawaban yang ia beri.
Bagaimana mungkin ia tidak tahu bis ini berhenti ? apakah dia tertidur tadi?
Aku rasa tidak ? Aku hampir lupa menjawab salamnya karena asyik dengan
pertanyaanku sendiri. Sesegera mungkin ku jawab meski ia sudah hilang dari
pandanganku.
Aku juga segera menyusulnya meninggalkan
bis ini dan memilih untuk berjalan kaki
sekitar setengah kilometer lagi untuk bisa sampai di kampus. Ini adalah alternative
terbaik dibandingkan harus ganti angkutan karena akan memakan waktu lebih lama
karena kondisi jalan yang ramai lancar saat itu.
Tepat pukul 08.30 WITA aku sudah sampai
di Universitas Mulawarman. Aku berjalan setengah berlari menuju fakultas bahasa
yang letaknya tak terlalu jauh dari gerbang utama. dari balik jendela yang
tidak terlalu besar kuperhatikan keadaan ruang kelasku. Mataku mencari-cari
dimana dosen yang sedang mengajar mata kuliah bahasa Jepang itu. aku tak
menemukannya ada di ruang itu. aku segera masuk dan menyalami teman-temanku
yang asyik bercerita . mereka serentak menjawab salamku dan menoleh kearahku
hampir bersamaan.
“Tumben telat Fa ?” Dewi menyelidik
“Tadi ada masalah dengan bis yang aku
tumpangi. Ngomong-Ngomong mana Mr. Salim ?” tanyaku setelah meneguk beberapa
milliliter air mineral.
“Denger-denger si beliau keluar Fa, dan
digantikan sama dosen baru.” Sahut Dhea
“ Iya Fa,
denger-denger juga dosen barunya ganteng.” Zee menimpali
“Hussh.. jaga
pandangan.” Kataku mengingatkan
Tak lama
kemudian seorang laki-laki berbaju biru dengan garis-garis vertical berwarna
putih masuk kedalam ruang kelas kami. Ia mengucapkan salam dan melempar senyum
yang menampakkan susunan giginya yang rapi pada kami. Sambil mengeryitkan dahi,
mataku terus mengikutinya berjalan menuju tempat duduknya. Aku sangat mengenal
sosok yang sedang ada dihadapanku itu. Dia adalah pemuda yang ada di bis tadi.
Pemuda yang sempat membuatku bingung dengan jawaban “aku tidak tahu jika bis
ini berhenti”.
Ia kemudian
memperkenalkan dirinya kepada kami.
“Ohayou gozaimashita”(1) sapanya pada kami semua
“hajime Mashite”(2)
“watashiwa Firman Sabda desu”(3)
“Jusowa Mulawarman satu desu”(4)
“Semarang karakimashita”(5)
“douzo yoroshiku”(6)
Bersambung…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar